PEMILU DI BELAKANG ANDA
Pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres) adalah
perwujudan demokrasi dimana seluruh rakyat yang sudah berhak sesuai ketentuan
akan memilih para calon legislatif untuk mewakilinya di DPR, DPRD Propinsi dan
DPRD Kabupaten/Kota. Melalui pilpres, rakyat akan memilih kandidat terbaik
sebagai presiden Republik Indonesia.
Namun pelaksanaan pesta demokrasi itu kerap dinodai
kecurangan – kecurangan hingga rekayasa canggih segala cara oleh pihak tertentu
untuk dapat menangkan pemilu atau pilpres dan meraih kekuasaan di
Indonesia. Masih ingat apa yang dikatakan Pak Mahfud MD “(Kecurangan) itu memang masif. Tapi, kalau
terstruktur dan sistematis belum, masih perlu dibuktikan,” kata Pak
Mahfud MD di Gedung MK 5 Agustus 2009.
Kala itu Pak
Mahfud yang masih menjabat Ketua MK. Ditanya soal kasus beredarnya ribuan
formulir C1 palsu buatan Tim SBY-Boediono di Kota Tangerang, Banten. Formulir
itu beredar di ribuan TPS di Kota Tangerang yang memiliki 2700 TPS. Dan, pada
formulir yang ditemukan itu terdapat tanda tangan Ketua KPPS beserta cap
stempel basah.
Bukan hanya itu
kecurangan-kecurangan yang terjadi pada pemilu 2009 antara lain
Mark up atau penggelembungan jumlah pemilih yang tercantum dalam
DPT (daftar pemilih tetap).
Pertama : beredarnya informasi penerbitan 18 juta KTP palsu yg sempat mencuat namun tdk dapat dibuktikan. Media massa diduga berperan besar menutupi isu tersebut dengan imbalan uang suap atau kompensasi iklan menggiurkan.
Pembuktian adanya 18 juta KTP palsu memang sangat sulit karena akses terhadap perusahaan pencetak blanko KTP tidak bisa ditembus oleh masyarakat awam karena bersifat rahasia negara dan hanya pejabat tertentu yang dapat mengaksesnya.
Kedua : jumlah 173 juta pemilih 2009 tidak mencerminkan jumlah sebenarnya. Perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah WNI berhak memilih hanya sekitar 159 juta pemilih. Prediksi BPS ini Terbukti ketika pastisipasi rakyat pada pemilu tercatat sangat rendah yakni 71%. Bandingkan dengan pemilu atau pilpres 2004 yang mencapai 90%
Pertama : beredarnya informasi penerbitan 18 juta KTP palsu yg sempat mencuat namun tdk dapat dibuktikan. Media massa diduga berperan besar menutupi isu tersebut dengan imbalan uang suap atau kompensasi iklan menggiurkan.
Pembuktian adanya 18 juta KTP palsu memang sangat sulit karena akses terhadap perusahaan pencetak blanko KTP tidak bisa ditembus oleh masyarakat awam karena bersifat rahasia negara dan hanya pejabat tertentu yang dapat mengaksesnya.
Kedua : jumlah 173 juta pemilih 2009 tidak mencerminkan jumlah sebenarnya. Perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah WNI berhak memilih hanya sekitar 159 juta pemilih. Prediksi BPS ini Terbukti ketika pastisipasi rakyat pada pemilu tercatat sangat rendah yakni 71%. Bandingkan dengan pemilu atau pilpres 2004 yang mencapai 90%
Ketiga : penerbitan dan pencatatan KTP fiktif juga dibuktikan
dengan rendahnya partisipasi rate di semua pilkada yang rata – rata hanya
55-70% saja. Dengan asumsi pemilih absen atau golput maksimum 10 – 15%, masih
terdapat 25 – 30 % rakyat yang indentitasnya tercatat sebagai pemilih namun secara
faktual orangnya tidak ada.
Jika dicermati baik – baik dan dianalisa, maka tingkat partisipasi pemilih di pilkada adalah refleksi dari jumlah pemilih riel atau jumlah yang sebenarnya, setelah diperhitungkan jumlah warga yang abstain atau golput.
Jika dicermati baik – baik dan dianalisa, maka tingkat partisipasi pemilih di pilkada adalah refleksi dari jumlah pemilih riel atau jumlah yang sebenarnya, setelah diperhitungkan jumlah warga yang abstain atau golput.
0 komentar:
Posting Komentar